Kamis, 30 Juni 2011

Kesempurnaan Islam Dalam Politik

Islam adalah agama yang sempurna. Ajarannya sangat komprehensif, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Namun, hal yang menjadi pertanyaan selama ini adalah, bagaimana konsep Islam tentang negara ? Jika memang Islam merupakan agama yang sempurna dan komprehensif, seharusnya Islam memiliki konsep tentang negara, karena negara merupakan hal yang pasti tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Begitu pentingnya sebuah negara bagi manusia sampai-sampai seorang Aristoteles dalam bukunya “The Politics” menyebut manusia sebagai zoon politicon, atau makhluk politik. Artinya, fitrah kehidupan manusia adalah bernegara, dan setiap manusia pasti memiliki naluri untuk bernegara. Atas dasar ini, bagaimana sebenarnya konsep negara dalam Islam ?

Berdasarkan beberapa literatur, dapat dikatakan bahwa Islam tidak memiliki konsep negara. Semua konsep-konsep negara Islam yang kita kenal sekarang ini hanyalah tafsiran dari beberapa tokoh pemikir Islam. Lalu bagaimana dengan Madinah ketika zaman Rasulullah ? Bukankah itu merupakan sebuah negara ? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sampai sekarang pun masih terdapat perdebatan sengit mengenai Madinah pada masa Rasulullah adalah negara atau bukan. Tetapi yang jelas—sejauh yang saya tahu—Rasulullah tidak pernah menyampaikan dalam haditsnya bagaimana bentuk negara yang baik ? Bagaimana sistem pemerintahan yang sesuai dengan Islam ? Lebih-lebih Al-Qur’an, tidak ada ayat Al-Qur’an yang menyebut tentang bentuk negara, ataupun semacamnya.

Mengapa Islam Tidak Memiliki Konsep Negara ?

Sebagaimana telah dijelaskan tadi, Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Namun, pertanyaan mendasarnya, mengapa Islam tidak memiliki konsep tentang negara ? Kalau begitu, dimana letak kesempurnaan Islam ? Menurut saya, kesempurnaan Islam justru terletak pada tidak adanya konsep negara yang diaturnya. Mengapa demikian ? Karena tidak ada konsep negara terbaik dan berlaku universal. Bayangkan jika Al-Qur’an misalnya menyebut bahwa konsep negara yang baik adalah ketika sebuah negara dipimpin oleh satu orang yang bersifat absolut. Ajaran Al-Qur’an ini akan mudah dipatahkan dengan suatu—meminjam istilah Amien Rais—“aksioma politik” dari Lord Acton, “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely”.

Lalu, bagaimana dengan demokrasi ? Bukankah itu yang terbaik ? Agaknya, kita harus mulai sadar, membuka mata, telinga, dan hati kita. Demokrasi bukanlah konsep negara terbaik. Demokrasi mengundang banyak sekali ekses dan kelemahan yang bisa mengancam suatu negara. Pada dasarnya, sebuah konsep negara yang baik haruslah didasarkan atas kebudayaan dan tradisi negara yang bersangkutan, bukan konsep “impor” dari negara lain. Memang ada beberapa nilai demokrasi yang juga diajarkan dalam Islam dan tertera di Al-Qur’an maupun Al-Hadits, namun itu tidak berarti bahwa konsep negara terbaik adalah demokrasi.

Tidak ada konsep negara terbaik dan bisa berlaku di seluruh wilayah. Demokrasi memang cocok untuk negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis, karena tradisi kebudayaan mereka adalah liberalisme, namun belum tentu bisa berhasil di negara-negara Asia, khususnya Indonesia. Konsep monarki mungkin cocok untuk Arab Saudi, namun belum tentu bisa berjalan baik jika diterapkan di Australia. Sistem otoriter mungkin baik untuk Malaysia, namun belum tentu cocok untuk Amerika Serikat. Begitu seterusnya, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa konsep negara yang terbaik adalah yang sesuai dengan konteks negaranya masing masing. Belum tentu sebuah sistem yang berhasil di suatu negara juga bisa berhasil di negara lainnya.

Allah memang Maha Tahu. Bisa dibayangkan jika misalnya Al-Qur’an mengatur tentang sebuah konsep negara—yang implikasinya adalah semua umat muslim di penjuru dunia harus menjalankan konsep tersebut—maka akan terjadi sebuah distrust terhadap ajaran Islam. Berangkat dari premis awal bahwa konsep negara tidak universal, maka tentunya konsep negara yang diatur dalam Islam tadi mungkin bisa berhasil di beberapa negara, namun tidak di negara lainnya. Bagi umat muslim yang negaranya tidak berhasil tersebut tentu akan bertanya-tanya, mengapa konsep Islam seperti ini ? mengapa perintah Allah dalam Al-Qur’an bukannya mendatangkan kesejahteraan, namun justru mendatangkan kesulitan ?

Begitulah, Islam memang tidak mengatur secara jelas bagaimana konsep negara yang baik, bukan karena Islam tidak sempurna, tetapi karena memang itulah kesempurnaan Islam. Islam hanya mengajarkan nilai-nilai yang harus ada dalam sebuah negara, seperti musyawarah, persaudaraan, persamaan derajat manusia, dll. Tujuannya adalah agar kita mau berfikir, berfikir, dan berfikir, bukan semata-mata hanya menerima mentah-mentah, lalu dilaksanakan apa adanya. Allah menginginkan kita menjadi manusia yang cerdas, kritis, dan kreatif, bukan menjadi manusia yang selalu “menjadi buntut”, yang hanya bisa ikut-ikutan.

2 komentar:

  1. mantap tulisannya..


    trus,,klu sekulerisme itu gmn kak??

    BalasHapus
  2. kalo pembahasan ttg sekularisme itu panjang lg wer. ada perdebatan juga sebetulnya yg disebut sekuler tu yg kayak apa. pemahaman yg paling mendasar ttg sekularisme berarti pemisahan agama dan negara. sebetulnya lebih mendalam, sekularisme itu berarti penggunaan akal secara mutlak, jd dia itu hasil dari rasionalisme yang akut. dalam bidang politik y hasilnya memisahkan agama dengan negara.

    misalnya sebuah negara hanya mengadopsi nilai-nilai islam dalam pemerintahan, misalnya musyawarah (wasyaawirhum fil amr...), persamaan derajat (inna akromakum indallah...), dsb, apa itu bisa dikatakan sekuler ? karena nilai2 islam itu universal, jd sulit utk jawab pertanyaan itu.

    BalasHapus